Ternyata…! Do’a Berbuka Kita adalah HADITS LEMAH.

2 09 2008
Setetes embun ramadhan...

Embun ramadhan...

Ditulis oleh : Al Ustadz ‘Abdul Hakim ‘Abdat

Di bawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do’a di waktu berbuka puasa, kemudian akan saya terangkan satu persatu derajadnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.

HADITS PERTAMA
Artinya :
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).
(Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir).

Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif

Pertama :
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.

  1. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo’if
  2. Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)
  3. Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits
  4. Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits
  5. Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
  6. Kata Imam Sa’dy : Dajjal, pendusta.

Kedua :
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani, dll.

Periksalah kitab-kitab berikut :

  1. Mizanul I’tidal 2/666
  2. Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
  3. Zaadul Ma’ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
  4. Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

HADITS KEDUA
Artinya :
“Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka).
(Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu’jam Shogir hal 189 dan Mu’jam Auwshath).

Sanad hadits ini Lemah/Dlo’if

Pertama :
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah.

  1. Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu’afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
  2. Kata Imam Ibnu ‘Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
  3. Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !
  4. Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I’tidal 1/239).

Kedua :
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.

  1. Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
  2. Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
  3. Kata Imam Ibnu ‘Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I’tidal 2/7)
  4. Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini ?

HADITS KETIGA
Artinya :
“Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa ‘Alaa Rizqika Aftartu.”

(Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni) Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.)

Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.

Pertama :
“MURSAL, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah : seorang tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat).

Kedua :
“Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”.

HADITS KEEMPAT
Artinya :
“Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah).

(Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa’i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani menyetujui apa yang dikatakan Daruquthni.!

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.

KESIMPULAN

Maka dari penjelasan al ustadz ‘Abdul Hakim ‘Abdat di atas, maka doa berbuka puasa yang benar adalah DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa Allah).

  • Doa berbuka puasa yang diambil dari hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan.
  • Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).

Ditulis ulang dari milis As Sunnah online tanggal 03 Maret 2000


Actions

Information

21 responses

2 09 2008
ghaniarasyid™

Alhamdulillah antum nge-posting ini.
Sebelumnya saya selalu berdoa buka puasa dengan “Allahumma lakasumtu…” :(

3 09 2008
dondi jalil

Ngak ngaruh,..!!
Gue baca doa yang asyik tuh,.. !!
Perkara dhoif kek atau apalah dah basi,..!! Cuma bikin rusuh doang,..!!

Didit Fitriawan berkata…
Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada orang2 yang belum mengerti akan syariah yang mulia ini…Amiiin. Wahai saudaraku, mari sama – sama menjaga lisan…

3 09 2008
goncecs

mari terus mengkaji ilmu agama Islam, karena amal tanpa ilmu sama aja bo’ong !!
janganlah belajar kepada satu guru, karena guru juga adalah manusia biasa pasti ada khilafnya !!

Didit Fitriawan berkata…
Terima kasih mas Gonces. Insya Allah…

3 09 2008
dianfitrianti

assalamu’alaikum warahmatulloh wabarakaatuh

afwan akhi, bolehkah blog antum di link ke blog saya?

barokallohufik

Didit Fitriawan berkata…
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuhu. Boleh ukhti, silahkan…! Wa fiyki barakallahu…

3 09 2008
bayu200687

sedih juga akh klo baca komentnya kang dondi jalil…
sabar. beberapa manusia sudah terlanjur salah dalam memahami salaf. mungkin karena beberapa image negatif yg sebelumnya telah tercipta. so, mereka sudah antipati dulu sebelum memahami.
barokallohu fiik

Didit Fitriawan berkata…
Iya akhi, sedih. Tapi semoga beliau diberikan Allah kemudahan untuk memahami agama ini. Wa fiyka barakallahu…

3 09 2008
Melati

Makasih infonya pak… :-)

3 09 2008
fahrizalmochrin

hingga berabad-abad lamanya umat manusai terperdaya oleh hadist dhoif begitu banyak ulama di muka bumi ?? tidak adakah yang melakukan perubahan..ataukah inikah pertanda akhir zaman.. semoga allah menjaga hati kita dalam ridhonya.

3 09 2008
dondi jalil

Maaf yah,.. kalo komentar sy di atas kurang berkenan,.. sungguh hal ini semata-mata bahwa yang ditulis ttg hadits sudah saya dengar jauh-jauh hari (th 85, sewaktu sy masih SMA). Dan saya sadari bahwa itu (doa berbuka puasa) adalah cabang dari cabangnya anak cabang,.. Sebab yang terpenting dan jauh lebih penting tatkala kita melaksanakan shiam itu sendiri dalam bulan Ramadhan dan setelah Ramadhan usai sampai bertemu Ramadhan kembali tahun berikutnya (Kalo masih dikasih umur sama Allah)

Bagi saya pribadi terus terang ada keindahan tersendiri saat melafalkan doa tersebut,. apalagi dengan bahasa Indonesia yang seringkali juga dikumandangkan

Nah kalo temen2 mo berjuang untuk diri sendiri dan yang lain saya persilakan,.. sebab terlalu sering kita ini baku omong (bukan memperkaya hati,..) di banyak blog yang sering saya kunjungi,..

Sungguh Allah beserta kita,.. Insya Allah tatkala kita bisa merasa dengan hati,.. bahwa perlindunganNya, KasihNya dan SayangNya ada di pribadi-pribadi kita,..!!

Didit Fitriawan berkata…
Saudaraku Pak Dondi Jalil yang dirahmati Allah, insya Allah antum lebih faham mengenai hal ini karena antum terlahir di dunia ini mendahului kami. Ketahuilah saudaraku, kami tak hendak memperuncing masalah dengan menyebutkan ini dan itu untuk dipergunakan sebagai debat berkepanjangan. Namun kami menyampaikan sesuatu yang “haq” yang benar – benar berasal dari lisan Nabi yang mulia Shallallahua’alaihi wa sallam. Mengapa demikian…??? Karena kami tidaklah menghendaki sesuatu melainkan kebaikan bagi saudara – saudara kami. Karena kami menyayangi mereka sebagaimana kami menyayangi diri kami.
Agar semua tahu, mana yang benar – benar berasal dari Rasul dan mana yang bukan, mamka dari itu kami tulis jalur / sanad dari hadits doa berbuka puasa yang selama ini sering kita baca. Dan ternyata setelah ditilik lebih lanjut, hadits tersebut ternyata lemah / dha’if. Dan sudah masyhur di telinga kita bahwa hadits yang lemah tidak boleh untuk dijadikan landasan beramal.
Saudaraku Pak Dondi Jalil yang baik, tentu bapak lebih tahu dari kami bahwa cara beragama itu bukan terkait dengan “sreg / cocoknya” dengan hati Pak. tapi haruslah amalan kita sesuai / cocoknya amalan kita tersebut dengan apa – apa yang ada di alquran, al hadits yang SHAHIH, serta perkataan para ulama’ ahlus sunnah dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Jika Pak Dondi mempersilahkan kami mengamalkan doa berbuka puasa yang shahih ini, maka kami dengan tulus mengajak Bapak untuk senantiasa melangkah bersama keindahan mengamalkan hadits ini Pak. Dan semoga dengan ajakan tulus ini, Bapak berkenan untuk menerimanya…

Wallahua’alam.

Terima kasih Pak karena Bapak Dondi Jalil telah setia mengikuti apa yang kami tulis di sini. Semoga Allah Ta’ala memudahkan urusan Bapak. Barakallahu Fiyka…

3 09 2008
Al_kibrit

Assalamu’alaikum
afwan akhi..
Gimana kita bisa mengetahui hadist itu shahih,hasan dan dho’if..trus cìri2 ny apa?
Jazakallahukhoir.

Didit Fitriawan berkata…
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuhu.
‘Afwan ukhti, pertanyaan anti seharusnya tidak dilayangkan kepada kami dikarenakan kami masih dalam taraf belajar ilmu musthalah hadits yang merupakan ilmu terbesar dalam perkara menjaga kemurnian islam. Dan sungguh kami sangatlah faqir dalam ilmu hadits, sehingga kami hanya mengutipkan penjelasan seseorang yang mengerti hadits yang mana merekapun menukil dari para ulama ahli hadits terkemuka. Walhamdulillah buku – buku tentang tahrij hadits kini telah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dan silahkan anti merujuk pada buku-buku tersebut. Diantaranya yang bisa kami sebutkan adalah…

Karya Asy Syaikh Nashiruddin al Albaniy -rahimahullah-

Untuk Ringkasan Kitab Hadits

* Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari (Ringkasan Shahih Imam Bukhari)
* Mukhtashar Shahih Muslim (Ringkasan Shahih Muslim)
* Mukhtashar as-Syamail al-Muhammadiyah li at-Tirmidzi (Ringkasan as-Syamail al-Muhammadiyah-nya at-Tirmidzi)

Untuk Kitab Hadits Induk

* Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah wa Syai min Fiqhiha wa Fawaidiha (Silsilah Hadits Shahih dengan Beberapa Fikih dan Faedahnya)
* Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah wa Atsaruha as-Sayyi` fi al-Ummah (Silsilah Hadits Lemah dan Palsu dan Pengaruh Buruknya terhadap Umat)
* Irwa al-Ghalil fi Takhrij Manar as-Sabil

Untuk Kitab Shahih al-Arba’ah

* Shahih Sunan Abu Daud
* Shahih Sunan at-Turmudzi
* Shahih Sunan an-Nasa`i
* Shahih Sunan Ibnu Majah

Untuk Kitab Dha’if al-Arba’ah

* Dha’if Sunan Abu Daud
* Dha’if Sunan at-Turmudzi
* Dha’if Sunan an-Nasa`i
* Dha’if Sunan Ibnu Majah

Dan masih banyak lagi kitab hadits para ulama lainnya yang belum sempat saya sebutkan di sini. Semoga klasifikasi buku – buku di atas bermanfaat bagi anti dan teman – teman yang lainnya. Amiiin…

Barakallahu Fiyki…

3 09 2008
dondi jalil

Mas Didit,..
Yang mas Didit katakan itu benar adanya,.. Insya Allah !! Namum sungguh bahwa tiap2 diantara kita di dalam melakukan sesuatu itu hendaknya kita awali dengan “Bismilahi,.. (dengan kata lain ada nama Allah disebut didepan meskipun tidak tertutup kemungkinan diucap ditengah atau dibelakang ) Tatkala kita berucap Allahumma lakasumtu…” :(Ya Allah untukMu saya berpuasa,..) Kiranya yang saya ketengahkan adalah nilai2 pragmatis dari hadits tersebut dengan mendahului disebutnya nama Allah yang bagi saya merupakan keharusan bagi seorang Muslim,..
(Harus diucapkan secara redaksional,.. bukan didalam hati,..!! maaf sekali lagi,.. sebab banyak diantara kita masih sering mengatakan dalam hati)

Nah ketika mas Didit menyajikan tulisan tersebut di atas,.. baik itu dengan komparasi yang bagus,.. sungguh ada nilai esensial yang hilang,.. yang saya sebutkan di atas,..

Memang dalam tiap2 penulisan ada penekanan dalam pesan yang ditulis,.. namun kadang kala ada tulisan bahkan banyak yang justru nilai argumentatifnya justru ditonjolkan,.. dampak dari itu semua ?? Bikin bingung dalam putusan !!

Terus terang ada yang lebih bagus untuk kita tulis (‘tuk mas Didit, misalnya ttg ketauhidan yang mas Didit pernah tulis sebelumnya,..salut saya untuk itu..!!)
Misalnya tentang peperangan yang dilalui oleh Rasulullah SAW,..
1. Perang Badar,..
2. Perang Uhud,..
3. Perang Khandaq,..
4. Perang Hunain,.. dst
Kisah2 ttg itu akan menunjukkan kadar kualitas keimanan kita,.. (kalau kita mau membacanya,..)

Buat rekan2 yang baca,.. “Pernahkan terpikir oleh kita bahwa suatu hari nanti (kelak) Allah mempersilakan kita semua masuk ke dalam jannahNya dari banyak pintu2 yang disedikan oleh Allah dengan membawa banyak amalan shalih,.. buat mereka yang senang berjihad,.. pintu jihad itu bisa dilalui,.. buat mereka yang senang bersedaqah,.. pintu shadaqahpun bisa dilalui,.. buat mereka senang sholat malam,. pintu itupun juga bisa dilalui,.. Ambilah salah satu sebagai hiasan kita di hadapan Allah sehingga Allah menyeru nama kita bin (ti) ayah kita dihadapan musuh musuh Allah yaitu : Iblis laknatullah,.. Orang Yahudi,.. Orang Nashara,.. Orang Kafir,..”

Buat yang baca non Muslim,.. Selamat sakit hati,.. Sebab demikianlah janji Allah kepada kami,..!!

“Kebenaran datang dari Allah, kesalahan dan kealpaan datang dari saya,..!!”

Didit Fitriawan berkata…
Pak Dondi jalil yang baik, saya tak hendak memperpanjang hal ini dan saya sangat menghargai pendapat Pak Dondi yang dengan santun bapak haturkan kepada saya. Esensi yang bapak maksudkan adalah benar. Namun ada sesuatu yang lebih besar perkaranya jika harus dibandingkan dengan esensi yang bapak sebutkan ini. Apa…???
Tidak lain tidak bukan yaitu tentang TIDAK BOLEHNYA MENGAMALKAN HADITS DHA’IF SERTA ANCAMAN BAGI YANG MENGAMALKANNYA. Mari kita simak penuturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini…

Muhammad Jamaluddin al-Qasimi menyebutkan dalam kitabnya,Hadits-hadits dha’if tidak bisa dipakai secara mutlak untuk menghukumi dan untuk diamalkan, hal ini disebutkan oleh Ibnu Sayyidin Nas dalam kitabnya, ‘Uyunul Atsar, dari Yahya bin Ma’in dan disebutkan juga di dalam kitab Fat-hul Mughits. Ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar Ibnul Araby, Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ibnu Hazm.” (dlm. buku Qawaaidut Tahdits min Fununi Musthalahil Hadits, hal. 113, tahqiq: Muhammad Bahjah al-Baithar)

Dan dikuatkan oleh Ulama’ Ahli Hadits (tentu beliau jauh lebih mengerti tentang hadits daripada kita) ‘Allamah al Albaniy -rahimahullah-,“Pendapat Imam al-Bukhari inilah yang benar dan aku tidak meragukan tentang kebenarannya.” (dlm. buku Tamaamul Minnah fii Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah hal. 34, cet. Daarur Rayah, th. 1409 H)

Jadi, jika Imam al Bukhari saja yang beliau seorang ahli hadits paling masyhur dengan kehati-hatiannya dalam meriwayatkan dan mengamalkan hadits, berpendapat bahwa HARAM mengamalkan hadits dha’if…maka mengapa kita yang lemah dan tak berilmu ini tidak mengikuti beliau…???

Tidaklah sama sekali kita ini lebih pintar dan lebih ahli dari beliau. Tidaklah sama sekali kita ini lebih ‘alim daripada beliau, dan tidaklah kita ini lebih baik keislamannya dibanding beliau. Lantas mengapa kita tidak mengikuti jejak beliau…???

Kemudian, alasan lain kenapa hadits dha’if itu tidak boleh diamalkan terlebih karena Hadits dha’if itu masih meragukan, apakah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu (menuju) kepada yang tidak meragukan.” (HR. Ahmad I/200, at-Tirmidzi no 2518 )

Kemudian Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- menjelaskan tentang perkataan Imam Ahmad, “Apabila kami meriwayatkan masalah halal dan haram, kami sangat keras (harus hadits yang shahih), tetapi apabila kami meriwayatkan masalah keutamaan, targhiib wat tarhiib, kami tasaahul (bermudah-mudah).” Kata Syaikhul Islam: “Maksud perkataan ini bukanlah menyunnahkan suatu amalan dengan hadits dha’if yang tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, karena masalah sunnah adalah masalah syar’i, maka yang harus dipakai pun haruslah dalil syar’i. Barangsiapa yang mengabarkan bahwa Allah cinta pada suatu amalan, tetapi dia tidak bawakan dalil syar’i (hadits yang shahih), maka sesungguhnya dia telah mengadakan syari’at yang tidak diizinkan oleh Allah, sebagaimana dia menetapkan hukum wajib dan haram”.[ Majmuu’ Fataawaa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XVIII/65).]

Inilah esensi yang kami ketengahkan melalui tulisan ini, bahwa TELAH DATANG FATWA DAN PENJELASAN ULAMA’ TENTANG HARAMNYA MENGAMALKAN HADITS YANG DHA’IF. Dan tentu jika sesuatu itu hukumnya HARAM, maka ancaman neraka akan menyertainya.

Semoga hati kita diluluhkan Allah ta’ala untuk memahami dienul islam yang mulia ini. Jazakallahu Khairan, Pak Dondi. Bapak telah banyak membaca tulisan kami dan sedikit menyempatkan waktu bapak untuk memberikan tanggapan bapak. Semoga Allah ta’ala mempertemukan kita di jalan Hidayah-Nya.

Untuk kuffar, dengarkanlah ucapan Bapak Dondi ini…! Barakallahu Fiykum…

4 09 2008
abuhuwaidah

matur nuwun infone paklik


Didit Fitriawan berkata…

Barakalllahu Fiyka pak Anjar.

4 09 2008
merefleksi dunia(ku)

[…] satu sebabnya –menurut saya- adalah kurangnya akhlakul karimah. Komentar dari kang dondi jalil di sini sedikti banyak membuktikan hal […]

4 09 2008
ariefdj™

..hi hi.. aq tetep pake do’a berbuka puasa yang lama aja, sambil melakukan verifikasi lebih lanjut…

Btw, soal : ….maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja. ..kayaknya, ada yg perlu sedikit di-klarifikasi.. Soalnya, saya seringkali bertemu dengan “hal2 seperti itu”, yaitu kata2 seperti : “boleh2 ajah, cuman sunnat doang..”… Padahal, ada beda yg jelas antara sunnat dan ‘sunnat’… Maksudnya, sunnat dalam konteks kadar hukum Islam, dan ‘sunnat’ dalam hal2 yang berkaitan dengan ucapan, tindakan kanjeng Nabi Muhammad saw… ada beda yg sangat besar, dan dalam beberapa kasus, itu sangat vital..

Didit Fitriawan berkata…
Lho, hayuk pak pake doa yang ini sajah…Kan lebih shahih??? Ga dosa dan lebih sesuai dengan tuntunan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lho…

Nah untuk yang sunnat ini ada beberapa definisi pak ariefdj™…

Menurut etimologi (bahasa) Arab, kata As-Sunnah diambil dari kata-kata:

“sanna-yasinnu-wayasunnu-sannaa fahuwa masnuunu wajam’uhu sunanu. wasanna al-amro aiy bayyanah”

Kata As-Sunnah berarti jalan, atau tuntunan baik yang terpuji maupun yang tercela, sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barangsiapa yang memberi teladan (contoh) perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang memberikan contoh kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR. Ahmad, IV/357)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya kalian akan menempuh jalan (mencontoh) orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka memasuki lubang biawak sekalipun, kalian akan ikut memasukinya” (HR. al-Bukhari no. 3456, 7320)

Jika sunnah yang dimaksudkan adalah ini, maka ini hukumnya juga berbeda. Bisa WAJIB, bisa juga TIDAK WAJIB.

Nah sedangkan yang dimaksud oleh Ustadz di atas adalah Sunnah secara Fiqih yaitu jika diamalkan mendapatkan pahala sedangkan jika tidak diamalkan maka tidak berdosa (bersifat mustahab/disukai).
jadi jika kita menyukai untuk mengamalkan hadits ini maka baik dan utama, namun jika kita berkehendak untuk mengamalkan yang lain…misalkan doa “bismillah” (HR. Abu Dawud 3/347, At-Tirmidzi 4/288, dan lihat kitab Shahih At-Tirmidzi 2/167.) maka ini juga tidak apa – apa.

Wallahua’alam bish shawab.

Semoga sama – sama jelas ya pak ariefdj™…

4 09 2008
bayu200687

@pak arif
emang doa yg lama kaya apa c pak?
klo saya c baca doa yg shahih aja. biasanya c lebih pendek dan mudah dihafal (ini cm alasan tersier lho…)

tapi bener juga pak. masih rancu dalam memahami sunnah dalam konteks fiqih dan sunnah dalam konteks yg berkaitan dg ucapan, tindakan, dan taqrir Nabi Muhammad Shallallohu ‘alaihi wa sallam.
gmn kang didit? kayaknya perlu ada postingan about hal itu deh (atau udah ada yah?)

Didit Fitriawan berkata…
Sudah ada akhi Bayu. Antum liat kembali rangkain kupasan Makna As Sunnah di http://almanhaj.or.id
Terima kasih ya…

4 09 2008
agungfirmansyah

Wah, terimakasih atas infonya akh.
Dah lama nih ga jalan2 di blog.

Kalau dulu, waktu masih SD saya diajari yang ini:
Allahumma laka shumtu wa bika amantu dzahabadzh dzhaama-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya allah.

Pernah nemu hadist nya ga? Selama ini yang saya amalkan yang dzahabadzh zhaama-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya allah.


Didit Fitriawan berkata…

Iya akhi, sama – sama. Tuh di atas kan udah jelas. Barakallahu Fiykum.

4 09 2008
dondi jalil

Insya Allah,..

Thank’s buat mas Didit atas diberikan tempat buat memberikan tanggapan,..!! Kenikmatan tersendiri untuk saya saat tanggapan saya tidak dihilangkan,.. soalnya ditempat lain,.. kadang kala tanggapan itu dihilangkan,..

Teruslah berjuang,.. kelak akan ada laksana medan badar yang akan menunggu,.. atau medan perang lainnya,..dan Insya Allah kita dipertemukan disitu sebagai saudara seiman,.. Amiin

Didit Fitriawan berkata…
Barakallahu Fiyka. Insya Allah, doakan kami agar selalu istiqamah pak Dondi. Jangan bosan mengikuti kutipan tulisan – tulisan para ulama’ yang kami upload di sini. Insya Allah setiap tanggapan yang berniat ingin mencari kebenaran dan bukan untuk mendebat, akan selalu kami tampilkan. Terima kasih Pak…

5 09 2008
Abu Fulan

Masya Allah, sebuah dialog yang bermanfa’at. Teruskan berdakwah dengan hikmah yaa akhi.
Barokallahu Fiikum

5 09 2008
mahfuzhoh

Assalamu’alaykum…

Jazakallah Khoir akh, selama ini ana tau kalao do’a berbuka itu dr hadits dhoif & sudah tdk diamalkan tp doa yg bener baru tau ini. Makasih yaa….

Didit Fitriawan berkata…
Wa’alaikumsalam warahmatullah…
Waiyyaki amiiin, sama2 ukhti. Saya juga terima kasih anti turut nyumbang comment.

7 09 2008
iLm@N

assalamu’alaikuum..
jazakallah atas infonya.. saya punya 2 buah pemikiran (pertanyaan dan pernyataan), saya minta tolong berikan tanggapan maupun jawabannya, apakah pemikiran saya ini benar atau salah menurut islam..

1) pertanyaan: apakah ada hadits yang statusnya SAHIH yang bisa dijadikan landasan untuk do’a berbuka puasa? mengingat status hadits SAHIH kan tetap di atas hadits HASAN.. Kalo ada do’a yang diambil dari hadits yang SAHIH, kenapa kita tidak menggunakan yang itu saja?

2) pernyataan: dengan keterbatasan ilmu saya, saya tahunya bahwa seorang muslim bisa saja berdo’a apapun kepada Allah (tentu saja do’a yang baik-baik). pake bahasa Indonesia aja pun tetep Allah mengerti.. dengan demikian, tidak mesti saklek bener2 harus berdasarkan dari hadits yang sanadnya lebih baik.. apalagi do’a dari riwayat yang lemah itu do’anya juga baik2 saja kan, nggak ada bagian dari do’anya yang kurang berkenan.. (walaupun saya tahu kalo ada contoh dari Rasul, landasan dari hadits yang statusnya baik, itu lebih baik untuk diikuti) –> tolong dikoreksi ya, jika pemikiran ini kurang tepat.

afwan jika ada yang kurang berkenan
wassalamu’alaikuum..

Didit Fitriawan berkata…
Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.
Waiyyakum khairul jaza’. Harusnya mas Ilmanakbar tidak meminta tanggapan ini pada saya karena saya bukanlah ustadz yang bisa diambil ilmunya dan saya hanya penyambung tulisan ulama saja melalui artikel – artikel yang kami tulis, tidak lebih.

1. Saya tidak tahu ada atau tidaknya hadits yang shahih untuk doa berbuka puasa. Yang saya tahu dan pahami dari tulisan al ustadz ‘Abdul Hakim ‘Abdat ini hanyalah hadits yang berderajat HASAN. Dan telah masyhur bagi kita bahwa hadits HASAN diperbolehkan untuk diamalkan. Wallahu ta’ala a’lam…

2. Berdoa adalah suatu ibadah sehingga dibutuhkan dalil yang baik atasnya. Jika tidak mampu mendatangkan hadits yang shahih, maka cukuplah hadits itu bersifat HASAN untuk diamalkan. Akan tetapi ketika hadits tersebut LEMAH “walaupun artinya baik” maka tetap tidaklah diperbolehkan untuk diamalkan sebagaimana telah datang penjelasan para ulama’ yang kami tulis untuk menjawab keraguan Pak Dondi Jalil di atas. Dan pernyataan antum untuk ini…

“(walaupun saya tahu kalo ada contoh dari Rasul, landasan dari hadits yang statusnya baik, itu lebih baik untuk diikuti)”

Seharusnya cukup untuk membuat antum faham dan seharusnya bagi antum untuk menahan pernyataan antum tentang bolehnya mengamalkan hadits LEMAH yang artinya baik.
Wallahu ta’ala a’lam.

Terima kasih mas Ilmanakbar, semoga kita sama2 dimudahkan Allah untuk memahaminya. Barakallahu Fiykum…

9 09 2008
abu 'abdirrahman al sundawy

Utk pertanyaan mas iLm@n yg ke-2 semoga ini dapat menjawabnya:

Doa itu ada dikatagorikan menjadi 2 yaitu :
1) Doa yang berkaitan dg suatu ibadah khusus, misal: doa setelah wudhu, doa setelah mendengar adzan, doa masuk/keluar mesjid, dan yg semisalnya (termasuk doa buka puasa)
2) Doa yang berupa permohonan kita secara umum kepada Allah. Seperti ketika kita minta dinikahkan dengan wanita yg kita sukai, ketika memohon agar lulus ujian, dan yg semisalnya.
Untuk jenis doa yg pertama, maka lafadz doanya harus sesuai dg contoh2 dr Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalm hadits yang sah. Terlarang bagi kita utk merubah, menambah, mengurangi, dan mengganti dg lafadz lain. Sedangkan utk jenis doa yg ke-2 maka kita diperbolehkan berdoa dg lafadz yg kita mau dengan bahasa apapun yg kita bisa, akan tetapi jika ada doa yg dicontohkan Rasul yg bersesuaian dg kebutuhan kita maka lebih utama utk mengamalkannya.
Begitu ringkasnya, lebih baik lg jika kita membaca buku2 para ulama yg menjelaskan masalah ini. Wallahu a’lam.

Didit Fitriawan berkata…
Barakallahu Fiyka, akhi!

10 09 2008
dondi jalil

Mas Didit,..
Tolong luncurkan doa saat kita serah terima zakat (baik z. fitrah ataupun z. maal),.. baik kita sebagai pemberi atau penerima (8 golongan) khususnya sebagai amil,..!! Dengan frame dan pola spt tulisan di atas,.. dengan menghilangkan (hadits2 hasan saja yang dipakai) hadits2 dhoif,..
Insya Allah bisa juga disosialisasikan di lingkungan di sini (di darat,, bukan di dunia maya maksudnya) sebagai bagian suatu tata cara (tertib administrasi,.. istilahnya,..!!) melakukannya,,. maaf,.. belum semua di antara kita melek nginternetan..

Didit Fitriawan berkata…
Insya Allah Pak Dondi, kami akan ketengahkan di hadapan teman – teman tentang permasalahan zakat naik fitrah maupun mal. Akan tetapi kami masi menunggu waktu yang tepat untuk menampilkannya di sini Pak. Harap Bapak terus mengikuti secercah ilmu yang kami kutipkan di blog ini. Insya Allah, kami mohon doa agar diberikan Allah kesempatan untuk menampilkannya, nanti…
Barakallahu Fiyka.